Sunday, March 13, 2011

Titik Nol

Titik nol—> and started it later…

Titik ini bermakna ambiguis, it can be so complicated for certain person or…it’s nothing one for others. How about u? According to me, it is space before starting to do. Life goes on….we never cannot stop it. Time cannot wait us for while.So, let it flow…nothing to do for a while and started it later!

The question is when the zero point happen!

Titk nol itu bisa jadi terjadi dalam berbeda keadaan antara satu orang dan lainnya. Masing- masing pribadi bisa jadi mengalami masa dimana stagnasi bekerja, masa reses mulai terasa. Keadaaan dimana kita dipaksa berhenti, saat seharusnya kita melaju. Lalu, haruskah kita berhenti atau kita tetap melaju?

Kapan kita harus berhenti atau tetap melaju tentu hal ini menjadi otoritas kita, untuk menentukan. Namun, keadaan tidak selamanya seperti apa yang kita prediksikan dan harapkan. Kondisi buruk atau kenyataan pahit sering memaksa seseorang untuk mengambil keputusan untuk berhenti, bahkan juga memaksa kita untuk benar- benar berhenti…mau atau pun tidak mau, suka atu pun tidak suka. Hingga kita berhenti, nothing to do, dan not know what must to do! Tanpa ada pilihan lain…

Aku lebih memilih untuk berhenti, menikmati titik nol ku itu sepenuh hati…

Rehat dari penat yang menghimpit, rehat dari masa yang sulit, rehat dari ambisi yang melangit….Dari titik nol inilah, aku belajar bersabar, berjalan pelan, dan lebih berhati- hati dalam bertindak. Masih tajam dalam memory otakku, saat menjalani satu episode titik nol dalam hidupku. Saat itu, aku mempunyai deadline menulis satu bulan untuk menyelesaikan satu buku. Hampir tiap hari aku harus menyalakan komputerku guna menuangkan pemikiranku dan segera menyelesaikan bukuku. Batas akhir pengumpulan naskah, laksana bom waktu bagi semua penulis. Karena deadline tersebutlah yang menenutukan tiap karya bisa masuk dalam seleksi/diterima atau pun tidak. Alhamdulillah, penerbit tempat ku berkarya mempunyai kebijakan bahwa deadline tersebut bukan batas akhir dari pengumpulan naskahku. Deadline itu lebih berkaitan dengan pemotongan honor menulis karena keterlambatan masuknya naskahku ke meja direksi. Bukan akhir memang tapi tetap harus diperjuangkan ketepatan waktu pengumpulan naskahku. Karena keluarga kecilku sangat bergantung dengan honor tersebut. Kami berharap dapat menerima honor tersebut secara penuh tanpa ada pemotongan. Apalah daya, manusia memang hanya bisa berusaha…pada saat aku bergulat dengan berbagai literatur untuk menyempurnakan naskahku, masalah- masalah itu pun muncul. Tetanggaku protes kepada kami tentang penggunaan listrik berlebihan, lantaran aku memakai komputerku sepanjang hari.

Listrik berdaya 900 watt itu memang harus dinikmati bersama oleh 5 kepala keluarga. Tak khayal, bila pada saat aku menyalakan komputerku dan ada beberapa tetangga secara bersama- sama juga menggunakan listrik dengan daya yang besar sepeti menyetrika, atau menggunakan rice cooker listrik akan otomatis jeglek (off secara otomatis karena kelebihan daya). Akhirnya, aku memutuskan, untuk mengerjakan naskahku pada saat malam hari…berharap hal tersebut bisa menjadi solusi bersama, karena aku tidak mungkin berhenti menulis…dan tidak menggunakan komputerku. Mungkin disinilah episode titik nol ku itu harus aku jalani. Tetanggaku tidak juga senang dengan hal tersebut. Berbagai ucapan menyakitkan, dan fitnah- fitnah dia lontarkan pada keluarga kami…terutama padaku. Sesak rasanya dada ini, dan pada saat itu aku hanya bisa menangis, berhenti…nothing to do! Aku mencoba untuk me-refresh kembali pikiranku dengan tidak berbuat apapun. Aku berhenti, saat aku benar- benartidak mau berhenti dan harus melaju mengejar waktu batas akhir pengumpulan naskah. Tapi aku harus berhenti! Meski aku tidak suka…mau atau tidak! Aku pun benar- benar “berhenti”…

Lalu bagaimana dengan naskahku? Bukankah keluargaku sangat membutuhkan uang honor tersebut? Apakah aku telah menyerah kalah?

Aku adalah seorang penulis dan aku tidak akan berhenti menulis!

Bila penaku yang kau rampas,maka aku akan menulis dengan ranting diatas pasir kehidupan…

Bila komputerku yang kau cela, aku akan mengetik dengan paku diatas lembaran- lembaran kayu…

Aku memang berhenti, berhenti sejenak dari rutinitasku untuk menulis, mencoba mendinginkan kepalaku yang hampir meledak mendapat perlakuan menyakitkan dari tetangga…tapi aku berhenti untuk kemudian memulai dengan hal yang baru…cara baru, ide baru.

Setelah beberapa hari aku berhenti, dan membiarkan keadaan berjalan sesuai dengan kemana kepentingan- kepentingan itu mengalir…aku mulai bergerak, bertindak! Aku putuskan untuk nge-kost di kost temanku elama satu bulan untuk bisa menyelesaikan naskahku disana. Alhamdulillah alaa kulli haal, aku mendapat satu kamar kosong dimana aku bisa menggunakannya selama satu bulan. Dua naskah itu pun benar- benar dapat ku selesaikan disana…tanpa beban berat ocehan tetangga, tanpa rasa was- was biaya listrik yang membengkak karena fitnah tetangga, tanpa tekanan psikis apa pun. Segala puji hanya bagi Alloh atas semua nikmat ini. Honor menulis aku dapatkan utuh tanpa potongan apapun, my belove husband pun bisa menyelesaikan kewajiban kami yang harus kami tunaikan tepat waktu.

Titik nol…awal untuk menuju titik-titik sleanjutnya, seberapa banyak pun titik yang hendak kau capai…kau tetap akan memulainya di titik nol

-Ian Puspita-

Diperbolehkan menyebarkan catatan ini kepada rekan- rekan yang lain dengan tetap mencantumkan nama penulis asli, Ian Puspita dan blog sumber http://dianpuspita.dagdigdug.com atau http://ianpuspita.blogspot.com

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More